
Ponorogo – Dunia seni dan budaya Ponorogo tengah berduka. Bikan Gondowiyono, sosok legendaris dalam pelestarian Reog Ponorogo, tutup usia pada Kamis malam (29/5/2025) sekitar pukul 22.00 WIB di kediamannya di Desa Plunturan, Kecamatan Pulung. Mbah Bikan—demikian ia akrab disapa—menghembuskan napas terakhirnya di usia 80 tahun, setelah lama berjuang melawan sakit.
Kepergian beliau meninggalkan kesedihan mendalam, tidak hanya di kalangan keluarga, namun juga di hati para seniman muda maupun sesepuh seni di Ponorogo. Sebagai pelatih Reog, tokoh warok lawasan bergaya Suryo Ngalam (Reog Etan Kali), hingga penggiat wayang kulit di kawasan timur Ponorogo seperti Pulung, Pudak, dan Sooko, Mbah Bikan dikenal sebagai sosok sederhana, tulus, dan penuh dedikasi.
Seniman muda Ponorogo, Edwin Yudha Wahyu Hendrawan, mengenang Mbah Bikan sebagai sosok yang berjuang keras menjaga keaslian Reog Ponorogo di tengah modernisasi.
> “Beliau adalah panutan yang mempertahankan bentuk pertunjukan Reog sebagai tontonan utuh, bukan sekadar hiburan semata. Di Pulung, beliau adalah pembimbing dan guru. Kami sangat kehilangan,” ujar Edwin, Jumat (30/5/2025).
Hal senada diungkapkan oleh budayawan Sudirman. Dirman, sapaan akrabnya, tak mampu menahan haru saat menerima kabar wafatnya Mbah Bikan.
> “Beliau bukan seniman yang mengejar popularitas, tapi pejuang budaya sejati. Di tengah zaman yang makin cepat, kita butuh sosok seperti beliau—yang mengerti nilai-nilai Reog dari sumber aslinya,” ucapnya sambil berlinang air mata.
Sebagai penari jathil lanang, Sudirman merasa kehilangan figur teladan. Ia menekankan pentingnya dokumentasi terhadap tokoh-tokoh budaya seperti Mbah Bikan, agar generasi muda punya sumber inspirasi yang benar dan otentik.
> “Kalau tidak kita dokumentasikan, kita akan kehilangan penerang dalam dunia seni pertunjukan Reog. Beliau adalah jembatan sejarah,” tambahnya.
Sementara itu, Ki Purbo Sasongko, sejarawan dan pegiat seni lainnya, menyebut almarhum sebagai tokoh spiritual sekaligus rujukan banyak seniman. Menurutnya, dedikasi Mbah Bikan terhadap kesenian tradisional tak tertandingi.
> “Beliau mengabdikan hidup untuk budaya. Setiap langkahnya selalu demi menjaga warisan leluhur. Sosoknya adalah jujugan kami,” tuturnya.
Kini, jasad Mbah Bikan telah dimakamkan di Tempat Pemakaman Umum (TPU) Desa Plunturan, disertai doa dan penghormatan dari warga dan kalangan seniman.
Kepergian Mbah Bikan menjadi momentum bagi generasi muda untuk semakin mencintai budaya lokal, terlebih Reog Ponorogo kini telah ditetapkan sebagai Warisan Budaya Takbenda (WBTB) oleh UNESCO.
> “Jangan sampai kita malah belajar Reog ke luar negeri. Ini budaya kita, mari kita rawat dan banggakan,” pungkas Sudirman. (Epa)