Maesa hotel meraih Silver Award dalam ajang Responsible Tourism Awards Southeast Asia 2025 ( foto : istimewa)

Cavite, Filipina – Tak banyak yang menyangka, sebuah hotel yang berdiri di pusat kota kecil Ponorogo, Jawa Timur, mampu menembus panggung pariwisata internasional. Maesa Hotel kembali mencetak prestasi membanggakan dengan meraih Silver Award dalam ajang Responsible Tourism Awards Southeast Asia 2025, untuk kategori Increasing Local Sourcing – Creating Shared Value.

Penghargaan tersebut diumumkan pada Rabu, 18 Juni 2025, di Cavite, Filipina, dalam rangkaian konferensi tahunan yang digelar oleh International Centre for Responsible Tourism (ICRT).

“Ini bukan sekadar trofi atau pengakuan internasional. Lebih dari itu, ini adalah hasil nyata dari kerja kolaboratif kami bersama masyarakat Ponorogo. Kami meyakini bahwa hotel tidak hanya berfungsi sebagai tempat menginap, tetapi juga sebagai ruang pemberdayaan, pelestarian, dan inspirasi,” ujar Bobby Wibowo, CEO Maesa Group dan pemilik Maesa Hotel, Sabtu (20/6/2025).

Maesa hotel meraih Silver Award dalam ajang Responsible Tourism Awards Southeast Asia 2025 ( foto : istimewa)

Sebagai pelaku lama dalam praktik pariwisata berkelanjutan, Maesa Hotel telah menjalankan berbagai program seperti pelatihan bagi BUMDes dan pelaku UMKM, penggunaan produk lokal untuk kebutuhan operasional, serta penyelenggaraan event budaya yang mendorong perputaran ekonomi lokal.

Salah satu program unggulan mereka adalah “Menabung Air”, sebuah inisiatif CSR yang mengajak masyarakat, sekolah, dan pemuda untuk terlibat dalam upaya menjaga ketahanan air. Kegiatannya meliputi penanaman biopori dan edukasi publik mengenai pentingnya konservasi air tanah.

“Ketika hotel lain menonjolkan fasilitas seperti spa dan rooftop bar, kami justru fokus pada pelatihan UMKM, biopori, dan pameran budaya lokal. Kami ingin para tamu tidak hanya merasa nyaman, tapi juga ikut terlibat dalam narasi besar tentang keberlanjutan,” lanjut Bobby.

Ajang Responsible Tourism Awards SEA 2025 bukanlah kompetisi sembarangan. Dari ratusan peserta se-Asia Tenggara, hanya 24 pelaku pariwisata yang terpilih sebagai pemenang. Proses penilaian dilakukan oleh dewan juri lintas negara yang terdiri atas akademisi dan praktisi ternama, seperti Prof. Harold Goodwin dan Dr. Vo Thi Nga.

Terdapat enam kategori utama yang dilombakan, mulai dari Climate Adaptation hingga Managing Waste. Kategori yang dimenangkan Maesa menitikberatkan pada kemitraan bersama komunitas lokal serta pemanfaatan sumber daya lokal dalam aktivitas operasional.

“Yang membedakan Maesa adalah keseriusan mereka dalam membangun sistem yang melibatkan banyak pihak, mulai dari pemuda desa hingga instansi pemerintah. Ini bukan sekadar kegiatan sosial, ini adalah bentuk nyata dari ekonomi lokal yang berkelanjutan,” ungkap Assoc. Prof. Lenny Yusrini, juri asal Indonesia, dalam sambutannya di konferensi.

Dalam menjalankan program-programnya, Maesa Hotel menggandeng banyak pihak, di antaranya Dinas Kebudayaan dan Pariwisata, Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa, komunitas UMKM, hingga Yayasan Menabung Air.

Melalui event budaya seperti Reyog Street Carnival, Maesa berperan sebagai penghubung antara warisan tradisi dan dinamika tren masa kini. Hotel ini turut menghadirkan pertunjukan seni yang berpadu dengan pameran produk-produk lokal.

“Kami tidak bisa mencapai titik ini tanpa semangat gotong royong. Ini adalah kemenangan kolektif – untuk masyarakat Ponorogo, pemerintah daerah, komunitas seni, serta seluruh tim Maesa Hotel,” tutur Bobby.

Kemenangan Maesa Hotel di Filipina menjadi bukti bahwa praktik pariwisata yang inklusif dan bertanggung jawab dapat tumbuh dari daerah, dan tetap mampu menggema di tingkat regional.

“Kami berharap pencapaian ini dapat menjadi inspirasi bagi pelaku pariwisata lainnya di Indonesia. Kita bisa bersaing secara global tanpa harus melepaskan akar nilai-nilai lokal,” pungkasnya.

Tim Naraloka