Kyai Mahfud saat menunjukan Hasil Karyanya ( Foto : Istimewa)


PONOROGO – Suara rebana tak hanya mengiringi lantunan selawat atau irama hadrah, tetapi juga mengalirkan berkah ekonomi bagi warga Dukuh Jalen, Desa Ngrukem, Kecamatan Mlarak, Kabupaten Ponorogo. Sejak tahun 1980-an, kawasan ini dikenal sebagai sentra kerajinan rebana berkualitas yang kini menembus pasar internasional.

Salah satu pengrajin yang meneruskan tradisi ini adalah KH Mahfud Saidi bin Kaulan. Ia meneruskan usaha ayahnya yang mulai membuat rebana sejak remaja. “Awalnya ini meneruskan usaha bapak di tahun 80-an. Karena saya anak laki-laki satu-satunya, jadi saya yang melanjutkan,” ujar Mahfud.

Rebana yang diproduksi di sini meliputi berbagai jenis, seperti terbangan, habsyi, dan banjari. Seluruh proses masih menggunakan teknik tradisional, mulai dari penjemuran kulit lembu kualitas super hingga pemasangan pada rangka kayu pilihan. Satu rebana bisa menghabiskan waktu penjemuran di bawah matahari hingga 10 jam untuk menghasilkan suara yang merdu dan tajam.

Lokal hingga Mancanegara

Pemasaran rebana Jalen tak hanya menjangkau wilayah Ponorogo dan sekitarnya, tapi juga menjalar ke kota-kota besar lain seperti Madiun dan Wonogiri. Bahkan, rebana buatan Mahfud dan rekan-rekannya telah sampai ke negara-negara Asia seperti Hongkong, Taiwan, dan Korea Selatan.

“Pesanan kadang datang dari luar negeri, biasanya dari komunitas hadrah atau pengajian TKI di sana,” jelas Mahfud.

Harga Terjangkau, Kualitas Juara

Dalam sebulan, mereka mampu menjual antara 8 hingga 10 set rebana. Namun, pada momen-momen besar seperti Maulid Nabi atau Ramadan, jumlah pesanan bisa meningkat dua kali lipat.

Satu set rebana, yang berisi hingga sembilan buah, dijual mulai Rp1,6 juta hingga Rp2,5 juta. Sementara untuk pembelian satuan, harganya berkisar Rp150 ribu hingga Rp250 ribu, tergantung pada jenis dan bahan yang digunakan.

Bagi Mahfud dan warga setempat, kerajinan rebana bukan hanya soal bisnis, melainkan warisan budaya yang terus dijaga. “Ini bukan cuma alat musik, ini bagian dari dakwah dan tradisi Islam yang harus kita rawat,” pungkasnya.(epa/taa)